Berhijab di era globalisasi saat ini
merupakan tantangan terberat dalam hidup saya. Sebenarnya saya memakai hijab
bukan karena orang tua atau karena sekeluarga besar memakai hijab, tetapi
memang ada dorongan dari dalam hati untuk memakainya. Walaupun sampai saat ini
belum bisa dibilang syar’i.
Terlebih belakangan ini hijab seperti menjadi tren dikalangan anak muda.
Tidak bisa dipungkiri ada perasaan senang ketika melihat seorang perempuan
terlihat cantik mengenakan hijab, penulis dan reporter berhijab, perancang
busana yang mengenakan hijab sampai baju rancangannya terkenal diluar negeri, fashion
stylish yang pintar mengutak-atik gaya berhijabnya, hingga seminar tentang
hijab dan perempuan berhijab, dan masih banyak lagi. Sebenarnya sah-sah saja selama
tidak menyimpang dari ajaran Islam. Karena sosok merekalah perempuan-perempuan Indonesia
saat ini tergetak hatinya untuk memakai hijab dan mulai mengikuti jejak mereka.
Banyak yang memutuskan untuk
berhijab, banyak pula yang membuka hijabnya dikarenakan banyak hal. Banyak juga
yang menganggap berhijab itu kampungan, membatasi geraknya sebagai perempuan
yang aktif, takut tidak diterima kerja, susah mendapat jodoh dan alasan-alasan
lain. Diantara semua alasan diatas, ada salah satu alasan yang menurut saya tidak
rasional: “Hati dulu yang dikerudingin, kepala mah belakangan. Sekarang kan
banyak perempuan berhijab tapi kelakuan biadab. Mendingan seperti saya, gak
pake hijab tapi gak suka bergosip.”
Memang, bukan hanya kepala yang harus
“dikerudungin” hati pun juga perlu. Tetapi mau sampai kapan membiarkan aurat
kita dilihat oleh orang lain? Ketika kita membiarkan aurat terlihat, apakah itu
namanya melanggar apa yang sudah Allah perintahkan? Sudah jelas firman Allah
yang memerintahkan untuk menutup aurat. Islam memang tidak mempersulit, tetapi
umatnya yang menyulitkan. Islam juga mempermudah, tetapi jangan disepelekan.
Kepala sudah “dikerudungin” sudah
pasti hati pun juga begitu. Kita pasti membatasi apa saja yang menurut kita
tidak pantas dilakukan. Kita juga pasti malu ketika perbuatan kita tidak sesuai
seperti perempuan berhijab. Justru karena hijablah kita bisa mengontrol
semuanya.
Pernah suatu hari teman bertanya
kepada saya, “Pake jilbab enak gak sih? Gak panas tuh? Emangnya kamu gak
kepengin pake rok pendek yang lagi happening?” Saya menjawab sambil
tersenyum. “Kalo udah biasa pasti gak panas kok. Justru kamu yang kepanasan
karena kepalamu kena terik matahari langsung. Bajumu juga pendek. Kalo pake
jilbab kan semua badan ketutup, Insya Allah terlindung dari sinar matahari
langsung. Saya juga gak iri tuh sama kalian yang gak pake hijab. Toh sekarang
sudah banyak baju-baju untuk perempuan seperti saya yang gak kalah bagusnya dibanding
baju kalian.”
Itu salah satu
jawaban yang paling ampuh dan langsung nancep kehati.
Bukan berarti saya tidak pernah iri
melihat perempuan memakai rok pendek, hotpants, atau baju tidak
berlengan. Apalagi sekarang dunia fashion sedang berlomba-lomba menyuguhkan
pakaian-pakaian yang menurut saya tidak pantas dan tidak cocok dipakai oleh
orang Indonesia. Sempat terbesit dalam hati “Seandainya saya gak pake jilbab,
mungkin saya udah pake rok itu ke kampus atau pake hotpants itu ketika
jalan-jalan di mall.” Namun buru-buru saya menepisnya. “Kasian yah dia pake
celana pendek. Auratnya diobral begitu. Kepanasan pula. Ih gak takut kulitnya
kebakar yah?”
Saya juga sering kesal melihat
perempuan berhijab tetapi judes, tidak mau berteman dengan perempuan yang tidak
sepaham dengannya atau menjauh dari segala urusan yang bersifat duniawi dan
terkesan punya pemikiran sempit dengan orang-orang yang tidak sepaham
dengannya. Allah memang memerintahkan umatnya agar membatasi urusan duniawi,
tetapi Allah juga memerintahkan umatnya untuk banyak bergaul dengan siapapun
dan terus menggali ilmu, selama ilmu itu bermanfaat dan tidak menyesatkan. Memakai
hijab bukan berarti sudah terhindar dari dosa dan fitnah. Justru ini lah
tantangan kita sebagai muslimah berhijab, apakah kita semakin istiqomah
dijalan-Nya atau tidak.
Semakin banyak aktifis dan
tokoh-tokoh berpengaruh, membuat perempuan berhijab tidak lagi dipandang
sebelah mata. Keberadaan mereka sederajat dengan lelaki bahkan lebih tinggi
dari lelaki. Mereka dengan bebas melakukan kegiatan yang berhubungan dengan
perempuan berhijab tanpa diusik oleh pihak-pihak yang tidak berkenan. Dan Islam
juga tidak lagi dipandang suatu agama yang keras dan menakutkan.
Menjamurnya komunitas-komunitas seperti hijabers community dari
berbagai daerah dan kegiatan positif yang mereka lakukan merupakan salah satu
yang menginspirasi perempuan lain dan membangkitkan kepercayaan mereka. Mereka
memang belum berhijab secara syar’i dan terlihat glamour tetapi bukan berarti
tidak ada hal positif dari kegiatan mereka yang bisa dicontoh.
Kita sebagai muslimah berhijab yang hidup di era globalisasi yang mempunyai
kebebasan berpendapat, seharusnya menyikapi fenomena diatas secara realistis
bukannya malah menghakimi si A karena hijabnya tidak syar’i dan pakaian ketat.
Menghakimi si B karena hijabnya panjang, bajunya besar dan berwarna gelap.
Karena pemikiran seperti ini lah yang membuat Islam tidak bersatu.
Baguus sekalii artikelnya... top.. saya dukung untuk selalu memakai jilbab...
BalasHapusTerima kasih atas apresiasinya. Hijab itu memang identitas seorang muslimah. Artikel ini saya lombakan, Mas. Doakan saja semoga saya menang :)
Hapus