Sabtu, 16 Februari 2013

Inikah Akhir Duniaku?



Setiap hari bumiku dibasahi oleh air hujan
Air yang mungkin tidak semua orang menginginkannya
Air yang bisa menimbulkan bencana
Dan air yang bisa menyebabkan kesuburan bagi yang menginginkannya

Ya Allah.. mengapa air itu tidak pernah berhenti mengalir dari langit?
Dan mengapa air itu bisa membuat seluruh Jakarta porak poranda?
Jadikanlah air itu sebuah keberkahan dan rezeki dari Mu
Jangan jadikan air itu suatu tanda bahwa kau murka kepada kami
Ya Allah.. apakah ini akhir duniaku? Apakah itu sentilan dari Mu karena kami lalai?
Astaghfirullah, maafkan kami ya Allah

20 januari 2013

Naya


Namaku Naya. Naya Sophia. Sekarang aku duduk dibangku kelas 3 SMA. Aku lahir dari keluarga yang serba bercukupan. Aku, Papa, Mama dan adik ku yang bernama Nina, dia berusia 6 tahun. Dia sangat lucu, manja dan juga pintar. Setiap yang Aku dan Nina pinta pasti selalu dituruti oleh Mama Papa. Kehidupan kami sangat bahagia walaupun Mama dan Papa sibuk, tetapi mereka selalu menyempatkan waktu luang untuk menemani Aku dan Nina setiap hari. Papa mempunyai perusahaan furniture sedangkan, Mama bekerja sebagai manager disalah satu restoran terkenal di Indonesia. Gaya hidupku bisa dibilang sangat glamour.
Pada hari minggu yang cerah aku sedang menemani Nina, bermain di teras belakang rumah. Sedang asyik bermain, tiba-tiba aku mendengar suara gaduh dari kamar Mama.  Terdengar suara yang tidak enak di dengar olehku terlebih Nina yang masih kecil. Aku mendekati sumber suara tersebut. Ternyata Papa Mama sedang bertengkar.
                     
“kak ada apa?” tanya Nina sambil menarik baju ku
“ hah? Gak apa-apa kok de” aku bingung harus menjawab apa. Sambil menahan tangis, aku mengajak Nina masuk ke dalam kamar tetapi dari raut wajahnya menunjukkan kebingungan. “kita main disini aja yuk de! Diluar panas.”
Nina mengangguk.

                                                ***

          Sambil menatap langit-langit kamar, aku mencoba memejamkan mata tetapi tidak bisa. “Sebenernya Papa Mama kenapa sih? Apa mereka ada masalah? Mau tanya tapi gak enak. Aduuuh gimana ini? Selama ini Papa Mama gak pernah loh berantem kayak tadi siang. Ada apa yah? Udah ah gue tidur besok pagi aja gue tanya.”

                                                          ***

          “Nay, bangun nanti kamu terlambat!” terdengar suara Mama mengetuk pintu dari luar kamar. Aku membuka mata dan melihat jam yang menunjukkan pukul 05.30. Aku bergegas menuju kamar mandi setelah rapi memakai baju sekolah, Mama memanggil untuk sarapan. Setelah duduk di meja makan, aku mencoba memberanikan diri untuk bertanya masalah kemarin siang.
          “Hmmm.. Mah?”
          “Iya apa nak?”
          “Eng… gak jadi deh” jawabku gagap dengan wajah bingung
          “Kamu ini gak jelas deh”
          “Dari dulu hehe..”
          “Udah cepet makannya nanti telat!”
          “Iya mah..”

                                                          ***

          “Nay Nay Nay….” Ratna memanggil Naya tapi dia tidak mendengar. Ratna menepuk pundak Naya “woy bolot amat sih lo Nay dipanggil gak denger”
          “lo manggil gue? Gak denger hehe maap deh” jawabnya santai sambil merangkul sahabat nya itu. “Na pulang sekolah lo mau kemana? Nongkrong tempat biasa dulu yuk!”
          “oh oke gue juga males nih pulang cepet”
***

          Tak seperti biasanya rumah sepi seperti sekarang. Aku menuju ke kamar Mama, disana Mama sedang membaca buku.
          “Mama sendirian? Papa kemana mah?” mendekati mama
          “Ada meeting di kantor”
          “tumben. Gak biasanya begini deh” mama tidak menjawab pertanyaanku. Terdengar dari luar suara mobil papa. “itu dia Papa pulang” aku keluar kamar dan menyambut papa. “papa darimana sih tumben pulang malem?”
          “papa banyak kerjaan Nak. Mama kamu mana?” sambil membuka sepatu dan dasinya
          “ada di kamar”
          “yaudah, papa masuk dulu yah capek mau tidur”
          “iya pah” kami masuk ke kamar masing-masing
Tidak lama kemudian, aku mendengar Papa dan Mama bertengkar lagi. Aku buru-buru menuju kamar mereka. Mendekatkan telinga ke daun pintu. Aku mencoba untuk masuk. Mereka berdua menatap kearah pintu.
          “ada apa ini?”
          “gak, gak, gak ada apa-apa kok nak” jawab mama dengar ekspresi gugup
          “aku denger pertengkaran ini lama Mah. Ada masalah? Coba tolong jelasin!” kataku
          gemetar menahan tangis
          “bener Nak gak ada apa-apa. Kamu tidur lagi aja yah..” Papa menggiring ku ke
          kamar. aku mengikuti dengan tubuh lemas

Kejadian itu terus-menerus terulang hingga akhirnya Papa Mama memutuskan untuk bercerai. Bagai petir disiang bolong. Praaaang shock!!! gelas yang ku genggam terjatuh ketika aku mendengar berita yang sangat buruk itu dari Mama. Seperti itu lah perasaan ku sama seperti gelas yang pecah. Hatiku hancur. Aku hanya bisa terdiam, mama pun menangis. Dia memelukku. Aku sudah membujuk agar mereka tidak berpisah tapi mereka tetap pada pendirian masing-masing untuk bercerai dan memilih tinggal masing-masing. Semanjak kejadian itu aku menjadi seorang yang penyendiri, cengeng, bahkan aku sempat berusaha untuk bunuh diri. Tapi aku masih memikirkan Nina yang masih kecil. Seandainya dia tahu apa yang sedang terjadi. Ku  tatap mata gadis kecil itu ku peluk erat-erat.
          “ kak dari kemaren kok nangis terus?" tanya nya dengan muka yang polos
          gak apa-apa kok sayang.” sambil berusaha menghapus air mataku supaya tidak
Jatuh lagi.

Aku tidak ingin Nina merasakan apa yang aku rasakan. Aku ingin pergi jauh dari rumah untuk menenangkan diri. Aku pergi ke pantai. Aku termenung di tepi pantai sambil menangis. Biasanya aku datang ke tempat ini bersama Papa, Mama dan Nina. Tapi sekarang datang sendiri dengan perasaan yang hancur. Papa Mama menelpon tapi tidak aku angkat. Melihat sunset yang indah itu semua belum cukup untuk membuat diriku tenang. Setelah tenang, aku pulang. Mama langsung menyambutku.
          “Alhamdulillah kamu udah pulang.. darimana aja kamu Nak?kamu dari mana saja kamu Nak?” tanya nya dengan wajah yang cemas.
Aku tidak menjawab pertanyaannya dan langsung masuk ke kamar.

                                                ***

“sabar ya Nay keluarga lo lagi dicoba sama Tuhan, lo harus banyak bersabar.” Kata
 Dina member semangat
          “iya Nay jangan sedih lagi yah kita semua sayang sama lo tambah Rio
          iya makasih banget ya lo emang sahabat terbaik gue” kataku mencoba untuk
tersenyum.
“hmm pulang sekolah nongkrong ditempat biasa yuk!” ajak Mita
“ayo ayo udah lama juga kita gak kesana!” sahut Rio
“Nay lo ikut kan?” tanya Mita
“sori Ta, gue lagi males kemana-mana. Kapan-kapan aja deh!” jawabku lemas
“yah.. yaudah deh minggu depan lo harus ikut ya Nay”
“siap bos”

                                      ***

Aku tidak mungkin memusuhi Papa Mama dengan alasan karena mereka ingin bercerai. Aku dan Nina masih membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari mereka tetapi untungnya, bercerai bukan berarti mereka saling membenci dan bermusuhan. Papa masih sering datang kerumah sekedar bertemu dengan Mama, aku dan Nina. Papa juga sering mengajak jalan-jalan kami ketika libur. Itu semua tidak cukup bagiku yang ku inginkan mereka kembali rujuk.
          “Papa kemana aja sih kok pulangnya baru sekarang?" tanya Nina lugu.
          maaf ya Nak, Papa sibuk kerja, 'kan kerja uangnya untuk beli baju dan mainan
untuk Nina..” jawabnya menahan tangis
         
Aku termenung seandainya waktu bisa diputar kembali. Aku yakin Papa Mama masih saling mencintai. Aku mengajak Papa Mama duduk santai di ruang keluarga, aku ingin berbicara serius dengan mereka.
          “Pah Mah, sebenernya masalah apa sih sampai memutuskan untuk bercerai? Kalian
Udah gak sayang lagi sama Aku dan Nina?”
          Mereka saling bertatapan. Hening.
          hmmm kami... kami merasa sudah tidak ada kecocokan lagi” Papa menjawab
dengan terbata-bata.
          kami juga gak mau sampai seperti ini" tambah Mama.
          selama 18 tahun papa bilang gak cocok? kemaren-kemaren kemana aja?” tanyaku
agak sedikit membentak. “aku mau kalian rujuk!”
          “gak bisa Nak ini udah komitmen kami” jawab Papa. Mama hanya menangis
          kenapa gak bisa? itu alesan sepele!” aku memotong pembicaraan Papa. “Papa
 Mama masih saling mencintai kan? kenapa harus berpisah? kalian gak mikirin
 Gimana masa depan Aku dan Nina? Kasian Pah, Nina masih kecil masih butuh kasih
 sayang dari Papa Mama Aku menangis dan pergi meninggalkan mereka.

Mereka hanya terdiam sambil menahan tangis.
“gimana nasib anak-anak kita? Aku gak tau apa yang harus Aku lakukan” kata Mama
sambil menangis.
“kita memang gak seharusnya berpisah tapi waktu itu kita sama-sama egois”
“kamu pilih keluarga atau egois kamu itu?” tanya Mama
“aku.. aku.. pilih keluarga. Kalian gak akan tergantikan dengan apa pun” jawab Papa
 menutup mukanya dengan tangan.
         
Mama langsung memeluk Papa. Mereka menyesal dan menyadari apa yang selama ini mereka pilih. Mereka mendatangi ku yang sedang menangis dikamar. Aku hanya terdiam ketika mereka masuk ke kamar.
          “Nay maafin kami yah Nak!
Kami betul-betul menyesal”
          Aku masih terdiam dan tidak mau menatap mereka.
          “kami akan rujuk. Tapi syaratnya....” kata Papa mengajak bercanda
          benarkah? Apa syaratnya pah?”
          kamu gak boleh sedih lagi!” jawab Papa tersenyum
          Aku tersenyum senang sambil menghapus air mata makasih banyak yah Pah Mah”
          Aku langsung memeluk dan mencium pipi mereka.
          "kok Aku gak di peluk?" tanya Nina yang tiba-tiba muncul
          Kami bertiga tertawa dan segera memeluk Nina.
          besok kita jalan-jalan ke pantai yuk Pah!” rayu Nina
          “hmm.. bosen ah bagaimana kalau kita ke Bali?” jawab Papa dengan raut muka yang
senang.
“Bali? Waah.. sekarang aja yuk Pah!”
Kami semua tertawa lepas. Akhirnya suasana rumah kembali seperti dulu lagi.  Terima kasih banyak Tuhan :)





Mia Diuber Cinta



Telepon genggam milik Mia terus berdering. Dengan malas dia meraih handphonenya
“Kak, angkat itu telponnya!” suruh Nia
“Aduh… coba tolong liat telpon dari siapa?”
“Gak ada nomernya”
“Yaudah lo aja yang angkat jangan lupa alesan kaya biasa”
Nia menekan tombol berwarna hijau dan membuka pembicaraan dengan wajah datar “halo”
“Halo ini Mia? Ini gue, Putra” kata cowok yang mengaku sebagai Putra
“Maap ini bukan Mia. Ada apa yah?” jawab Nia ketus
“Oh.. Mia nya ada?”
“Udah tidur abis belajar tadi”
Mia senyam-senyum sambil mengacungkan 2 jempolnya tanda keberhasilan adiknya berbohong.
“Wah rajin banget yah dia. Yaudah salamin aja bilang tadi Putra telpon”
“Oke” jawab Nia dengan senyum terpaksa
Telepon berakhir. Kedua kakak beradik itu melanjutkan acara menonton tv mereka.
“Dari siapa?” tanya Mia
“Putra” jawab Nia singkat
“Tau darimana itu anak nomer gue? Tapi makasih ya.. adikku yang manis” goda Mia sambil mencubit gemas pipi Nia.
“Udah kebal gue denger godaan lo itu! Eh kak, gue bingung deh kenapa sih cowok-cowok pada nguber dan ngemis cinta sama lo? Aneh banget mereka tuh kayak kena sihir tau”
“Mana gue tau. Dari SMP sampe sekarang hidup gue gak pernah tenang. Ada aja yang nguber-nguber hahaha”

                                                          ***

Sesampainya di sekolah, ada 2 cowok yang sudah memasang badan untuk menyambut Mia diujung lorong.
“Pagi Mia..” sapa mereka dengan senyum
“Pagi..” jawab Mia dengan tampang meringis. Bergegas masuk ke kelas dan  meraih tempat duduk dengan tergesa-gesa.
“Wih wih wih nyantai aja kali jalannya” ledek Reni teman sebangku sekaligus sahabat Mia.
              “Gue capek sama cowok-cowok itu”
              “Lah bukannya udah biasa?”
              “Udah ah temen capek malah dibecandain”
Dari sudut kelas, Rika dan Meta sibuk memperhatikan Mia. Seperti biasa Mia menjadi trending topic yang tidak ada bosannya untuk mereka bahas.
“Aduh bosen deh gue liat pemandangan si Mia digodain cowok-cowok itu” kata Rika kesal
“Iya iya. Padahal kita gak jelek-jelek amat tapi gak pernah digituin” Meta ikutan kesal
              “Eh Met sekali-kali kita kerjain si Mia aja yuk?”
              “Kerjain apaan?”
“Sini-sini gue bisikin” Rika mendekati telinga Meta. Meta manggut-manggut tanda setuju.
              “Wah ide bagus. Pulang sekolah aja langsung kerjain Rik!”
              “Sip” mereka berdua senyam-senyum.

Ketika jam istirahat, Rika dan Meta buru-buru mendekati Mia dan Reni yang ingin keluar kelas.
              “Mi tunggu..!”
              “Ada apa Met?” jawab Mia singkat dengan tampang malas meladeni Meta
              “Pulang sekolah lo mau kemana? Gue sama Rika ngajakin kalian nonton”
              “Please..  abis sepi banget gue nonton berduaan doang sama Meta” tambah
              Rika
              “Hmm gimana yah.. ayo deh kita ikut” jawab Mia sambil tersenyum
              “Asik.. oke pulang sekolah yah Mi.. Bye”
Menuju ke kantin, Reni memarahi Mia. “Mi ngapain sih mau ajak diajak jalan sama dua anak ribet itu? Lo kan tau sendiri mereka iri banget sama kita”
              “Tenang Ren tenang.. kita kan diajak masa di tolak sih? Gak enak tau”
              “Iya tau Mi.. tapi kan.. Yaudah terserah lo ajadeh!”

Bel pulang sekolah berbunyi, anak-anak bergegas keluar kelas.
              “Mi, Ren ayo kita pergi!” ajak Rika
              “Yuk! Kita naik apa nih?” tanya Mia
              “Taksi aja deh! Panas banget nih”
Mereka langsung menuju sebuah mall. Sesampainya disana mereka menuju bioskop dan melihat-lihat jadwal film.
              “Film apa nih yang bagus?” tanya Rika
              “Film yang ini aja Rik!” jawab Meta sambil menunjuk sebuah papan film
              “Iya bagus tuh kayaknya”
Mia mencari dompet di dalam tasnya. Panik. “Dompet gue? Dompet gue mana?”
               “Dompet lo kenapa Mi?” tanya Reni dengan wajah bingung
              Rika dan Meta saling bertatapan kebingungan
              “Dompet gue gak ada Ren.. gimana dong ini?”
              “Serius Mi? udah deh pake uang gue aja dulu” tanya Rika
             “Gak usah Rik, gak enak sama kalian nih.. gue pulang aja deh” kata Mia memelas
              “Gak apa-apa Mi namanya juga musibah lagian kita kan yang ajak kalian nonton. Biar gue yang bayarin semuanya. Reni juga biar gue yang bayar” ujar Meta
              “Makasih yah, Met. Lo emang temen yang baik banget” kata Mia sumringah
              “Iya, makasih juga yah Met” tambah Reni tersenyum
              “Iya iya sama-sama.. udah yuk kita beli tiketnya keburu kehabisan nih!” ajak Meta.
Mia dan Reni berbalas pandang sambil tersenyum senang, tanda rencana mereka berhasil. “Yes! Berhasil masuk perangkap hehe” bisik Mia menahan tawa
              “Yuk..!” jawab Mia, Reni dan Rika bersamaan
              Selesai nonton, mereka duduk-duduk di lorong bioskop sambil membahas film yang baru saja mereka tonton.
              “Filmnya tuh bikin gregetan yah! Kenapa pemeran utamanya gak ngejar si cewek ajasih? Gregetan sendiri nih gue” ujar Rika
              “Iya Rik bener tapi akhirnya happy ending juga ceritanya” tambah Mia
              “Hei kalian gak ada yang laper? Atau haus gitu? Cari makan yuk! Laper nih gue” tanya Meta
              “Laper sih Met tapi kan gue gak ada uang, mau beli makan pake apa?” jawab Mia
              “Uang mah gampang.. udah yuk cepetan!” ajak Meta
              “Aduh gak enak Met, masa gue dibayarin lagi sih..” kata Mia
              “Yaudah biar gue yang bayarin kalian semua” jawab Meta
              Selesai makan, mereka pulang berpisah. Mia dan Reni pulang naik taksi, Meta dan Rika pun demikian. Di taksi, Mia dan Reni tertawa terbahak-bahak.
              “Hahaha akhirnya mereka kena perangkap kita, Ren”
              “Keren juga acting lo pas pura-pura keilangan dompet. Kepikiran aja lo ngerjain sampe segitunya hahaha”
              “Iya dong, Mia dilawan. Sebelum mereka ngerjain kita, kita duluan yang ngerjain dia”
              “Sering-sering aja Mi, lo keilangan begitu. Nonton iya, perut pun kenyang hahaha”
              “Bener banget! Gak kebayang deh si Meta uangnya abis karena traktir kita”
              “Tapi Mi, apa kita gak keterlaluan yah ngerjain mereka sampe segitunya?”
              “Ah biarin aja itung-itung mereka amal hehe lagian si Meta kan anak orang kaya pasti uangnya banyak” jawab Mia cengengesan.
              Di taksi lain, Meta dan Rika diem-dieman. Sepanjang jalan Meta cemberut.
              “Lo kenapa sih Met cemberut aja dari tadi?” tanya Rika dengan tampang polosnya
              “Pake nanya lagi lo! Uang gue abis nih traktir elo-elo pada. Lo juga Rik, udah tau begitu bukannya ngeluarin uang kek buat bayarin mereka, ini malah keenakan minta ditraktir juga” jawabnya ketus
              “Lah, gue mana tau sih Met? Gue sih seneng-seneng aja lo mau bayarin kan jarang-jarang lo mau ngeluarin uang buat traktir gue”
              “Berisik lo ah! Bikin tambah kesel aja lo! Uang gue abis, giliran lo yang bayarin nih taksi”
              “Uumm.. gimana yah? Gue…” jawab Rika glagapan
              “Gimana apanya sih Rik? Oh oh jangan bilang lo gak bawa uang!”
              “Iy.. Iy.. Iya Met”
              “Aaaahhh bener-bener lo yah!”