Sabtu, 23 Februari 2013

Kepada Maha Pemberi Rezeki

Aku termenung dibawah pohon rindang
Menatap hamparan sawah yang membentang kehijauan
Menikmati semilir angin yang membuat dedaunan bergoyang begitu manjanya
Sejauh mata memandang, gunung dan bukit dengan ramahnya mengajak untuk dikunjungi
Suara bising bocah-bocah bermain menambah kemeriahan suasana
Dengan riangnya mereka tertawa terbahak dan berlari kesana kemari seakan tidak ada beban dihidupnya
Seandainya Aku masih kecil, mungkin kini Aku sedang bercengkrama bersama mereka
Tidak memikirkan bagaimana sulitnya hidup ini
Bagaimana beratnya menanggung derita yang dilimpahkan ke keluargaku
Sempat terbesit dibenakku, Tuhan itu tidak adil
Mengapa begitu berat beban yang kami sekeluarga tanggung?
Mengapa hanya kami sekeluarga yang memikulnya?
Mengapa tidak Engkau limpahkan saja kepada orang kaya?
Hidup kami sudah sulit, mengapa Engkau tambah kesulitan itu pula?
Ah sudahlah! Dari pada bermuram durja dan hanya bisa berpangku tangan, lebih baik aku mengambil air wudhu, bersujud dan meminta rezeki kepada Maha Pemberi Rezeki

Melody Cintaku

            25 Agustus 2010, MPA (Masa Pengenalan Akademik) hari pertama di kampusku, semua mahasiswa baru dari semua jurusan di FBS (Fakultas Bahasa dan Seni) berkumpul di aula perpustakaan. Ruangan itu penuh sesak, pengap dan ramai oleh suara disana-sini.
Di tengah acara, panitia menyuruh kami untuk maju mewakili masing-masing jurusan untuk menjadi perwakilan dan menunjukkan bakat yang mereka punya. Ketika semua perwakilan maju, aku menganggap tidak ada yang istimewa.
Aku mencoba mengangkat kepala, memperhatikan satu persatu dari mereka yang sedang menunjukkan bakat. Aku melihat cowok dari jurusan bahasa Perancis menunjukkan bakat menyanyi dengan bahasa Perancis. Rasa kantuk pun tiba-tiba hilang. Cowok itu membuatku tak bisa berkedip dan menarik perhatianku dengan gayanya Memperhatikan setiap gerak-geriknya. Berharap dia balik menatapku.
***
Pagi itu aku  berjalan terburu-buru menuju kelas. Melewati pendopo yang biasa disinggahi mahasiswa bahasa Perancis. Tanpa sengaja aku melihat cowok yang menarik perhatianku saat MPA minggu lalu. Senyumnya manis, keren, walaupun sedikit acak-acakan. Sejak saat itu ketika melewati pendopo, aku selalu menoleh dan berharap ada dia disana. Mencuri pandang untuk melihat senyumannya, itu saja sudah cukup membuat hatiku senang.
***
“Melody, ikut yuk!”
“Kemana?”
“Ke terbuk. Ada acara disana.”
Sebelum menjawab, Neno menarik tanganku.
Tanpa tahu acara apa, aku dan teman-teman duduk dipinggir terbuk. Aku melihat cowok itu berjalan membawa bass merah. Gak nyangka kita bisa bertemu lagi disini. Ternyata cowok itu tampil bersama teman-temannya. Dia bernyanyi sambil bermain musik. Sayangnya, sampai detik ini aku tidak tahu siapa nama cowok itu.
***
            24 November 2012, jurusanku mengadakan acara Jiyuu Matsuri Festival Kebudayaan Jepang. Acara yang rutin diselenggarakan setiap tahun. Jurusan bahasa Perancis diundang untuk tampil diacara tersebut. Aku sebagai panitia dokumentasi kebetulan mendapat tugas mengambil gambar jurusan mereka.
“Kak, ada yang keren loh diantara mereka.” Kata Rani, juniorku yang berdiri disampingku.
“Yang mana?” Jawabku datar tanpa menoleh.
“Liat aja noh satu-satu. Kayaknya gue tau nih lo lagi fotoin siapa? Yang megang keyboard yah? Gue ada nih nomernya, mau gak?”
“Eh bacot lo jangan gede-gede ngapa, Ran!”
 “Mau tau gak siapa namanya?” goda Rani mengedipkan mata.
“Udah tau tuh.” Kataku masih sibuk memotret.
“Tau darimana?”
“Nanti gue certain.”
“Oke, gue siap dengerin.”
***
            Aku bersandar diruang istirahat panitia sambil memijit kaki yang lelah karena seharian mondar-mandir mengambil gambar.
Rani mengintip dari luar kemudian masuk dan langsung rebahan di lantai.
            “Akhirnya bisa rebahan juga,” Rani celingak-celinguk dan menemukan diriku sedang bersandar dipojokan. “Kak, lanjutin cerita yang tadi dong! Penasaran nih.”
            “Mulai darimana?” jawabku bersemangat
            “Dari awal dong!”
            “Awalnya, gue liat Ben waktu MPA. Setiap hari gue ketemu di pendopo, lama-lama diperhatiin kok dia keren juga yah.. Mulai dari situ gue tau tentang dia, kebetulan gue punya temen yang sekelas sama Ben. Dari dia, gue tau semuanya tentang Ben. Kegiatannya, kesukaannya, apapun tentang Ben. Terus gue liat dia tampil sama band jurusannya di terbuk. Nyanyi bisa, main gitar bisa, bass bisa dan yang kerennya lagi tuh pas tadi, dia main keyboard.” Kataku panjang lebar.
            “Tapi sampe sekarang masih suka sama dia? Kenapa gak nyuruh temen lo aja untuk sampein perasaan lo ke Ben?”
            “Bukan suka, Ran. Lebih tepatnya mengagumi. Jangan bilang ke Ben yah, Ran!”
            “Gak janji.” Rani melenggang pergi.

Keesokan harinya, Rani memberi tahu sms antara dia dan Ben.
“Kak, kemarin gue sms-an dong sama Ben. Mau liat gak?” Rani menyodorkan handphonenya.
“Awas yah sampe lo keterusan sms-an sama dia.”
“Ya ampun gue gak sejahat itu Kak. Kaya baru kenal aja sama gue.”
“Iya gue percaya. Pokoknya jangan pernah lo bahas-bahas gue. Oke?”
“Gak janji Kak. Tau sendiri mulut gue sering keceplosan hehehe.”
***
Semenjak acara Jiyuu Matsuri, perasaan ke Ben semakin menggebu. Pengin kenalan tapi malu takut Fajarnya sombong. Aduh gimana dong?
Ketika sedang duduk di lorong gedung D, Rani memanggilku. “Kak, gue mau kasih souvenir nih untuk anak art perform, mau ikut gak?”
“Ke anak bahasa Perancis juga gak?”
“Iyalah.. Makanya gue ajak lo.”
“Boleh deh. Kapan?”
“Lusa yah gue kabarin lagi jadi atau engganya.”
“Oke.”
***
Seperti yang telah dijanjikan, aku dan Rani pergi ke pendopo bahasa Perancis membawa souvenir.
“Ran, pokoknya nanti gue nunggu lo di depan pintu aja yah. Gue malu.”
“Gak apa-apa ikut aja lagian Ben gak kenal lo, Kak.”
“Enggak. Pokoknya gue tunggu lo di depan pintu. Gue ngeliat lo aja dari jauh”
“Terserah..” Rani keluar menuju pendopo.
“Ben…”
“Hei Rani. Mau kasih apaan sih repot banget kayaknya?” tanya Ben ramah.
“Kenang-kenangan dari panitia Jiyuu Matsuri kemarin. Tolong diterima yah.”
“Makasih yah, Ran. Oh iya, mana sih yang namanya Melody itu? Penasaran gue.”
“Anaknya malu. Dia nunggu di E tuh.”
“Gue mau kenalan deh sama dia.”
“Lo jangan ngomong macem-macem yah, Ben.”
“Iya, Rani… Ayo kita samperin!”
Dari kejauhan, aku melihat mereka menuju gedung E. “Aduh ngapain sih mereka kesini? Gue gak siap ketemu Ben.” Aku memutuskan untuk bersembunyi di kamar mandi. Berjalan tergesa-gesa hingga menabrak orang yang sedang lewat.
“Melody!” teriak Rani.“Kok kabur sih dia? Ben, tunggu sini yah gue mau samperin.” Rani mengejarku sampai kamar mandi. “Kenapa kabur? Ben mau kenalan tuh. Dia nunggu diluar.”
“Gue malu, gue gak siap ketemu sama dia sekarang.” jawabku kesal
“Jangan banyak omong!”
Rani menarik tanganku. Aku segera membereskan tatanan rambut dan baju “Udah rapi belom?”
“Udah.”
“Melody yah?” tanya Ben ramah.
Dagdigdug jantungku berdetak kencang “Iya gue Melody.” Aku mengulurkan tangan. Ya ampun akhirnya gue bisa berjabat tangan sama Ben.
“Gue, Ben. Jadi bingung nih mau ngomong apa hehehe.” Ben terlihat canggung.
“Iya, sama nih bingung juga mau ngomong apa.”
 “Yaudah deh gue mau balik lagi ke pendopo. Bye.” Ben melambaikan tangan.
Bye.” Aku membalas lambaiannya.
“Ciye… Ada yang gak dicuci tuh tangannya hahaha.” Rani menggoda.
“Lo yang nyuruh Ben kenalan sama gue yah?”
“Engga kok.” Rani mencoba berbohong.
“Gak usah boong deh! Ben gak kenal sama gue. Atau jangan-jangan lo certain semuanya ke Ben?”
“Jadi gini, sebenernya tiap malem gue sms-an sama Ben. Jangan mikir macem-macem! Gue sms-an sama dia ngomongin lo. Terus dia minta dikenalin deh sama lo. Kurang sayang apalagi coba? Gara-gara gue juga kan lo bisa kenalan sama dia. Bisa berjabat tangan sama dia.” jawab Rani seakan tak bersalah.
“Tapi Ran..”
“Ah, udahlah. Yang penting sekarang udah saling kenal kan? Yaudah nikmatin aja!” Rani membela diri.
“Makasih yah, Ran. Akhirnya gue bisa kenalan sama Ben. Pokoknya gue gak mau cuci tangan. Harum banget tangannya, masih nempel nih ditangan gue.”
“Bisa ikutan gila nih lama-lama deket lo! Udah yuk cepet balik ke kelas.”

            Sejak perkenalan itu, Aku dan Rani sering sindir-sindiran ketika bertemu dan ketika di twitter yang akhirnya menyerempet dan membawa-bawa nama Ben. Mungkin kami terbawa suasana hingga akhirnya timbul masalah yang agak mengganggu hidupku.
Mula-mula temanku, Petra, yang juga teman sekelasnya Ben bertanya kepadaku. “Mel, lo ada masalah yah sama ceweknya Ben?”
            “Kenal juga enggak sama ceweknya.” jawabku kebingungan
            “Yang bener?”
            “Iya serius. Emangnya ada apa?” aku masih bingung
            Petra memforward semua kicauan ceweknya Ben dari awal sampai yang paling terbaru. Aku kaget bukan main, gak nyangka cewek itu tau semua apa yang aku bicarakan di twitter bersama Rani. Yang lebih menyakitkan lagi, dia berkicau menggunakan bahasa Inggris yang kasar. Aku terdiam. Ternyata selama ini dia mata-matain twitter gue. Tapi, dia tau darimana? Kalo kesel sama gue kenapa gak ngomong langsung? Kenapa nyindir sampe sebut gue cewek jalang? Aku bertanya-tanya dalam hati. Aku berpikir apa yang harusku lakukan. Oke, aku harus kasih tau Rani masalah ini!
            Satu jam lamanya aku menunggu sms balasan dari Rani, tapi kok gak dibalas yah? Apa dia udah tidur? Aduh Ran… disaat seperti ini kenapa lo udah tidur sih?
***

            Esok paginya, Rani meraih handphonenya dengan mata masih mengantuk. Dia kaget dan segera membalas smsnya, “Kenapa Kak? Telpon sekarang!”
Aku ceritakan semua kejadian tadi malam.
            “ Gue bingung, Ran,  harus marah atau sedih.” Kataku lemas.
“Tapi gak seharusnya dia ngatain kita sekasar itu. Gak disekolahin tuh mulut? Kurang ajar bocah ingusan ngajak berantem!” Rani mulai emosi. “Tapi yang masih gue bingung, cewek itu tau twitter kita darimana?”
            “Mungkin Ben cerita kalo dia kenalan sama gue. Inget gak, lo pernah bikin status whatsapp username twitter lo? Mungkin dia juga cerita tentang lo yang ngenalin gue ke dia. Terus cewek itu cari tau tentang kita. Pas buka timeline lo, ada nama gue, Dia baca semua kicauan  kita yang bawa-bawa nama Ben. Mungkin dari situ ceweknya marah besar. Apalagi kicauan kita parah banget sampe nyindir-nyindir.”
“Gue sih gak masalah ceweknya ngamuk atau mau ngapain, yang gue pikirin, apa jadinya hubungan baik kita sama Ben? Malu banget kalo berpapasan di jalan.”
            “Gue juga mikir begitu. Apa yang harus gue lakuin, Ran?”
            “Santai aja, toh kita gak kenal dan gak ada urusan sama cewek itu. Kalo dia masih ngebacot, ada gue kok yang selalu nemenin lo, gak usah takut. Gak usah dipikirin semua omongannya.” kali ini Rani menjawab dengan tenang.
            “Sakit hati gue! Lagian cuma kagum kok gak lebih.. Kenapa harus sekasar itu? Bisa bedain gak sih antara kagum dan rasa suka?”
            “Kalo emang dia berpikir dewasa, ada yang kagum sama pacarnya itu wajar kok. Emang dasar masih bocah aja, pikirannya curigaan meluulu. Lagian baru pacaran. mana tau kedepannya bisa nikah atau enggak, iya kan?”
            “Hahaha setuju! Sekarang gue udah tenang.” Ujarku bersemangat.
Lega rasanya menceritakan semuanya ke Rani. Aku tidak lebih dari seorang pengagum. Bisa kenal dan berjabat tangan dengannya pun sudah lebih dari cukup. Terima kasih Tuhan, walaupun dia tidak bisa aku gapai, namun aku berharap, Ben bisa menjadi seorang teman.
Manusia memiliki mimpi, ada yang mengejarnya dan mewujudkannya, ada yang mundur dan membuangnya, dan ada pula yang diam dan hanya menyimpannya sepanjang sisa hidupnya.
Walaupun pertemuanku dengannya tidak seperti yang diharapkan, setidaknya kita sudah saling berbicara. Setelah sekian lama aku hanya bisa mengagumimu.

Rabu, 20 Februari 2013

Melody Cintaku (sajak)

Pertemuan pertama itu sangat berkesan bagiku
Seperti ada yang menyapa  hatiku ketika itu
Aku tak tahu apa yang terjadi, tetapi hati ini selalu ingin bersama dirimu
Diri ini tak kuasa untuk menolaknya
Mata ini selalu ingin menatapmu
Bibir ini tak berhenti untuk tersenyum dan memuji dirimu
Dada ini berdetak lebih kencang

Aku juga tak tahu mengapa rasa ini semakin hari semakin kuat, menancap tepat dihatiku dan menjamah setiap celah rongga nafasku
Rasanya, seperti tertarik oleh magnet
Petikan gitarmu melantunkan melody cintaku
Aku hanya bisa berharap dan berdoa semoga tuhan selalu melindungimu walau kau tak jadi milikku
Dan aku hanya bisa bermimpi bisa membelai lembut wajahmu ketika kau tertidur lelap