Namaku Naya. Naya Sophia. Sekarang aku
duduk dibangku kelas 3 SMA. Aku lahir dari keluarga yang serba bercukupan. Aku, Papa, Mama dan adik ku yang bernama Nina, dia berusia 6 tahun. Dia
sangat lucu, manja dan juga pintar. Setiap yang Aku dan Nina pinta pasti selalu dituruti oleh Mama Papa. Kehidupan kami sangat bahagia walaupun Mama dan Papa sibuk, tetapi mereka
selalu menyempatkan waktu luang untuk menemani Aku dan Nina setiap hari. Papa
mempunyai perusahaan furniture sedangkan, Mama bekerja sebagai manager disalah
satu restoran terkenal di Indonesia. Gaya hidupku bisa dibilang sangat glamour.
Pada hari minggu yang cerah aku sedang
menemani Nina, bermain di teras belakang rumah. Sedang asyik
bermain, tiba-tiba aku mendengar suara gaduh dari kamar Mama. Terdengar suara yang tidak enak di
dengar olehku terlebih Nina yang masih kecil. Aku mendekati sumber suara tersebut. Ternyata Papa Mama sedang bertengkar.
“kak ada apa?” tanya Nina
sambil menarik baju ku
“ hah? Gak apa-apa kok de” aku bingung harus menjawab apa. Sambil menahan
tangis, aku mengajak Nina masuk ke dalam kamar tetapi dari raut wajahnya
menunjukkan kebingungan. “kita main disini aja yuk de! Diluar panas.”
Nina mengangguk.
***
Sambil
menatap langit-langit kamar, aku mencoba memejamkan mata tetapi tidak bisa.
“Sebenernya Papa Mama kenapa sih? Apa mereka ada masalah? Mau tanya tapi gak
enak. Aduuuh gimana ini? Selama ini Papa Mama gak pernah loh berantem kayak tadi
siang. Ada apa yah? Udah ah gue tidur besok pagi aja gue tanya.”
***
“Nay,
bangun nanti kamu terlambat!” terdengar suara Mama mengetuk pintu dari luar
kamar. Aku membuka mata dan melihat jam yang menunjukkan pukul 05.30. Aku
bergegas menuju kamar mandi setelah rapi memakai baju sekolah, Mama memanggil
untuk sarapan. Setelah duduk di meja makan, aku mencoba memberanikan diri untuk
bertanya masalah kemarin siang.
“Hmmm..
Mah?”
“Iya
apa nak?”
“Eng…
gak jadi deh” jawabku gagap dengan wajah bingung
“Kamu
ini gak jelas deh”
“Dari
dulu hehe..”
“Udah
cepet makannya nanti telat!”
“Iya
mah..”
***
“Nay
Nay Nay….” Ratna memanggil Naya tapi dia tidak mendengar. Ratna menepuk pundak
Naya “woy bolot amat sih lo Nay dipanggil gak denger”
“lo
manggil gue? Gak denger hehe maap deh” jawabnya santai sambil merangkul sahabat
nya itu. “Na pulang sekolah lo mau kemana? Nongkrong tempat biasa dulu yuk!”
“oh
oke gue juga males nih pulang cepet”
***
Tak
seperti biasanya rumah sepi seperti sekarang. Aku menuju ke kamar Mama, disana
Mama sedang membaca buku.
“Mama
sendirian? Papa kemana mah?” mendekati mama
“Ada
meeting di kantor”
“tumben.
Gak biasanya begini deh” mama tidak menjawab pertanyaanku. Terdengar dari luar
suara mobil papa. “itu dia Papa pulang” aku keluar kamar dan menyambut papa.
“papa darimana sih tumben pulang malem?”
“papa
banyak kerjaan Nak. Mama kamu mana?” sambil membuka sepatu dan dasinya
“ada
di kamar”
“yaudah,
papa masuk dulu yah capek mau tidur”
“iya
pah” kami masuk ke kamar masing-masing
Tidak lama kemudian, aku mendengar Papa dan Mama
bertengkar lagi. Aku buru-buru menuju kamar mereka. Mendekatkan telinga ke daun
pintu. Aku mencoba untuk masuk. Mereka berdua menatap kearah pintu.
“ada
apa ini?”
“gak,
gak, gak ada apa-apa kok nak” jawab mama dengar ekspresi gugup
“aku
denger pertengkaran ini lama Mah. Ada masalah? Coba tolong jelasin!” kataku
gemetar
menahan tangis
“bener
Nak gak ada apa-apa. Kamu tidur lagi aja yah..” Papa menggiring ku ke
kamar.
aku mengikuti dengan tubuh lemas
Kejadian itu terus-menerus terulang hingga akhirnya Papa Mama
memutuskan untuk bercerai. Bagai petir disiang bolong. Praaaang shock!!!
gelas yang ku genggam terjatuh ketika aku mendengar berita yang sangat buruk itu dari Mama. Seperti
itu lah perasaan ku sama seperti gelas yang pecah. Hatiku hancur. Aku hanya
bisa terdiam, mama pun menangis. Dia memelukku. Aku sudah membujuk agar mereka tidak
berpisah tapi mereka tetap pada pendirian masing-masing untuk bercerai
dan memilih tinggal masing-masing. Semanjak kejadian itu aku menjadi seorang
yang penyendiri, cengeng, bahkan aku sempat berusaha untuk bunuh diri. Tapi aku
masih memikirkan Nina yang masih kecil. Seandainya dia tahu apa yang
sedang terjadi. Ku tatap mata gadis kecil itu ku peluk
erat-erat.
“ kak dari kemaren kok nangis terus?" tanya nya dengan muka yang polos
“gak apa-apa kok sayang.” sambil berusaha menghapus air mataku supaya tidak
“ kak dari kemaren kok nangis terus?" tanya nya dengan muka yang polos
“gak apa-apa kok sayang.” sambil berusaha menghapus air mataku supaya tidak
Jatuh lagi.
Aku tidak ingin Nina merasakan apa yang aku rasakan. Aku ingin
pergi jauh dari rumah untuk menenangkan diri. Aku pergi ke pantai. Aku
termenung di tepi pantai sambil menangis. Biasanya aku datang ke tempat ini
bersama Papa, Mama dan Nina. Tapi sekarang
datang sendiri dengan perasaan yang hancur. Papa Mama menelpon tapi tidak aku angkat. Melihat
sunset yang indah itu semua belum cukup untuk membuat diriku tenang. Setelah tenang,
aku pulang. Mama langsung menyambutku.
“Alhamdulillah kamu udah pulang.. darimana aja kamu Nak?kamu dari mana saja kamu Nak?” tanya nya dengan wajah yang cemas. Aku tidak menjawab pertanyaannya dan langsung masuk ke kamar.
“Alhamdulillah kamu udah pulang.. darimana aja kamu Nak?kamu dari mana saja kamu Nak?” tanya nya dengan wajah yang cemas. Aku tidak menjawab pertanyaannya dan langsung masuk ke kamar.
***
“sabar ya Nay keluarga lo
lagi dicoba sama Tuhan, lo harus banyak bersabar.” Kata
Dina member semangat
“iya Nay jangan sedih lagi yah kita semua sayang sama lo” tambah Rio
“iya makasih banget ya lo emang sahabat terbaik gue” kataku mencoba untuk
“iya Nay jangan sedih lagi yah kita semua sayang sama lo” tambah Rio
“iya makasih banget ya lo emang sahabat terbaik gue” kataku mencoba untuk
tersenyum.
“hmm pulang sekolah nongkrong
ditempat biasa yuk!” ajak Mita
“ayo ayo udah lama juga kita
gak kesana!” sahut Rio
“Nay lo ikut kan?” tanya Mita
“sori Ta, gue lagi males
kemana-mana. Kapan-kapan aja deh!” jawabku lemas
“yah.. yaudah deh minggu depan
lo harus ikut ya Nay”
“siap bos”
***
Aku tidak mungkin memusuhi Papa Mama dengan alasan karena mereka
ingin bercerai. Aku dan Nina masih membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari
mereka tetapi untungnya, bercerai bukan berarti mereka saling membenci dan
bermusuhan. Papa masih sering datang kerumah sekedar bertemu dengan Mama, aku dan
Nina. Papa juga sering mengajak jalan-jalan kami ketika libur. Itu semua tidak
cukup bagiku yang ku inginkan mereka kembali rujuk.
“Papa kemana aja sih kok pulangnya baru sekarang?" tanya Nina lugu.
“maaf ya Nak, Papa sibuk kerja, 'kan kerja uangnya untuk beli baju dan mainan
“Papa kemana aja sih kok pulangnya baru sekarang?" tanya Nina lugu.
“maaf ya Nak, Papa sibuk kerja, 'kan kerja uangnya untuk beli baju dan mainan
untuk Nina..” jawabnya menahan
tangis
Aku termenung seandainya
waktu bisa
diputar kembali. Aku yakin Papa Mama masih saling mencintai. Aku
mengajak Papa Mama duduk santai di ruang keluarga, aku ingin berbicara serius
dengan mereka.
“Pah Mah, sebenernya masalah apa sih sampai memutuskan untuk bercerai? Kalian
“Pah Mah, sebenernya masalah apa sih sampai memutuskan untuk bercerai? Kalian
Udah gak sayang lagi sama Aku
dan Nina?”
Mereka saling bertatapan. Hening.
“hmmm kami... kami merasa sudah tidak ada kecocokan lagi” Papa menjawab
Mereka saling bertatapan. Hening.
“hmmm kami... kami merasa sudah tidak ada kecocokan lagi” Papa menjawab
dengan terbata-bata.
“kami juga gak mau sampai seperti ini" tambah Mama.
“selama 18 tahun papa bilang gak cocok? kemaren-kemaren kemana aja?” tanyaku
“kami juga gak mau sampai seperti ini" tambah Mama.
“selama 18 tahun papa bilang gak cocok? kemaren-kemaren kemana aja?” tanyaku
agak sedikit membentak. “aku
mau kalian rujuk!”
“gak bisa Nak ini udah komitmen kami” jawab Papa. Mama hanya menangis
“kenapa gak bisa? itu alesan sepele!” aku memotong pembicaraan Papa. “Papa
“gak bisa Nak ini udah komitmen kami” jawab Papa. Mama hanya menangis
“kenapa gak bisa? itu alesan sepele!” aku memotong pembicaraan Papa. “Papa
Mama masih saling mencintai kan? kenapa harus berpisah?
kalian gak mikirin
Gimana masa depan Aku dan Nina? Kasian Pah, Nina masih kecil masih butuh kasih
sayang dari Papa Mama” Aku menangis
dan pergi meninggalkan mereka.
Mereka hanya terdiam sambil
menahan tangis.
“gimana nasib anak-anak kita?
Aku gak tau apa yang harus Aku lakukan” kata Mama
sambil menangis.
“kita memang gak seharusnya
berpisah tapi waktu itu kita sama-sama egois”
“kamu pilih keluarga atau
egois kamu itu?” tanya Mama
“aku.. aku.. pilih keluarga.
Kalian gak akan tergantikan dengan apa pun” jawab Papa
menutup mukanya dengan tangan.
Mama langsung memeluk Papa. Mereka menyesal dan menyadari apa
yang selama ini mereka pilih. Mereka mendatangi ku yang sedang menangis dikamar. Aku
hanya terdiam ketika mereka masuk ke kamar.
“Nay maafin kami yah Nak! Kami betul-betul menyesal”
Aku masih terdiam dan tidak mau menatap mereka.
“kami akan rujuk. Tapi syaratnya....” kata Papa mengajak bercanda
“benarkah? Apa syaratnya pah?”
“kamu gak boleh sedih lagi!” jawab Papa tersenyum
Aku tersenyum senang sambil menghapus air mata “makasih banyak yah Pah Mah”
Aku langsung memeluk dan mencium pipi mereka.
"kok Aku gak di peluk?" tanya Nina yang tiba-tiba muncul
Kami bertiga tertawa dan segera memeluk Nina.
“besok kita jalan-jalan ke pantai yuk Pah!” rayu Nina
“hmm.. bosen ah bagaimana kalau kita ke Bali?” jawab Papa dengan raut muka yang
“Nay maafin kami yah Nak! Kami betul-betul menyesal”
Aku masih terdiam dan tidak mau menatap mereka.
“kami akan rujuk. Tapi syaratnya....” kata Papa mengajak bercanda
“benarkah? Apa syaratnya pah?”
“kamu gak boleh sedih lagi!” jawab Papa tersenyum
Aku tersenyum senang sambil menghapus air mata “makasih banyak yah Pah Mah”
Aku langsung memeluk dan mencium pipi mereka.
"kok Aku gak di peluk?" tanya Nina yang tiba-tiba muncul
Kami bertiga tertawa dan segera memeluk Nina.
“besok kita jalan-jalan ke pantai yuk Pah!” rayu Nina
“hmm.. bosen ah bagaimana kalau kita ke Bali?” jawab Papa dengan raut muka yang
senang.
“Bali? Waah.. sekarang aja yuk
Pah!”
Kami semua tertawa lepas. Akhirnya suasana rumah kembali seperti dulu lagi. Terima kasih banyak Tuhan :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar